ROADKILL

(klik di sini untuk versi bahasa indonesia)

a golden light through the farmer’s window
a song from the war as i pass under the abandoned railway bridge
a field of rape rising up from behind the young hedges
none of it touches me

i am breathing scars in my brain
my heart is useless
it is so worn out i can’t walk in it!

papa would you love me if i befriended your god;
and mama would you ask how i am if you were not dying?

there is no road kill from somerset to dorset tonight
but they’re all dead in tanjungkarang

the wind is waiting, i suppose
nothing am i fearing

dorset, 2013

THE FINAL WIND

(klik di sini untuk versi bahasa indonesia)

nobody knows how much i loved him
since the night i opened every door to my dreams

there was a space bigger than the sky in my heart
for him, forever became him, forever was him

i ran to catch him, i smelt his skin
knowing not when to stop or how

i took off all my clothes, i was naked before him
knowing not when he’d understand or give up

i made love to him, from skin to blood
i let him kiss my scars, he made me leave god

i was overjoyed with all the flowers and the strife
i used to smile and laugh until i cried

then i sat there in the garden, in the rain, raining
the wind changed for me, so i changed for it

he was blown away from my nerves
he was gone before we said good bye

the sand in the beach i want to forget
the letters at the door i have swept

nobody knows how much i loved him
nobody knows how i stopped–i can’t explain

yogyakarta, 2011

TABRAK LARI

(click here for the english version)

cahaya emas dari balik jendela pemilik ladang;
lagu perang melaju di bawah jembatan kereta yang terlantar;
ladang bunga minyak muncul dari balik pagar daun yang baru tumbuh
tak ada yang menyentuh

aku menghirup bekas luka di dalam otakku
hatiku tak berguna
begitu ausnya tak bisa dipakai berjalan!

papa, kau akan mencintaiku kalau kudekati tuhanmu;
dan mama, kau akan tanya kabarku kalau tak sedang sekarat?

tak ada tabrak lari sepanjang somerset-dorset malam ini
tapi mereka semua mati di tanjungkarang

angin menunggu, kukira
aku tak takut apa-apa

dorset, 2013

ANGIN TERAKHIR

(click here for the english version)

tak ada yang tahu betapa aku mencintainya
sejak kubuka semua pintu ke dalam mimpiku malam itu

ada ruang yang lebih besar dari langit di hatiku
untuknya, selamanya menjadi dia, selamanya dulu adalah dia

aku berlari untuk menangkapnya, kuciumi kulitnya
tak tahu kapan atau bagaimana harus berhenti

kutanggalkan semua pakaianku, aku telanjang di hadapannya
tak tahu kapan dia akan mengerti atau menyerah

aku bercinta dengannya, dari kulit hingga ke darah
kubiarkannya mencium bekas lukaku, dia buat aku meninggalkan tuhan

aku berbahagia dengan bunga dan masalah
aku biasa tersenyum dan tertawa sebelum aku menangis

kemudian di halaman aku duduk, di tengah hujan, menjadi hujan
angin berubah padaku, maka aku berubah padanya

dia terempas dari kegelisahanku
dia lenyap sebelum kami berpisah

pasir di pantai ingin kulupa
surat-surat di pintu sudah kusapu

tak ada yang tahu betapa aku mencintainya
tak ada yang mengerti aku bisa berhenti – tak bisa kujelaskan

yogyakarta, 2011

WINE FOR OLFATO

(klik di sini untuk versi bahasa indonesia)

people used to say olfato and i were good friends
even though we just loved each other
i was the heart, and olfato was the instinct

i loved the anguish that fell from the rain
and dropped from the wine

because they were clear and fresh like a crystal of age
–-you could live in the past forever;
because olfato hated the tears inside me
and
i could throw them away every time the rain came

but i could not understand
why olfato preferred a happy woman
who was always dry and well
who could see what was right or wrong in love

on the day we said goodbye
i kept the rest of our wine for our old age
because, as people used to say, olfato and i were good friends
even though we just loved each other

but olfato came early
he came with the woman: his reason
and i had only two glasses
so i served them only with my words
until they left:
that woman could not steal what was mine anymore!

luckily, it was raining then
i gulped the wine all by myself

yogyakarta, 2006

ANGGUR BUAT OLFATO

(click here for the english version)

kata orang, aku dan olfato berteman baik
meski kami hanya saling mencintai
aku adalah hati, dan olfato berarti naluri

aku menyukai kesedihan yang jatuh dari hujan
dan menetes dari anggur

karena mereka bening dan segar seperti kristal usia
—kamu dapat hidup di masa lalu selamanya;
karena olfato membenci airmata di tubuhku
dan aku dapat membuangnya setiap hujan itu datang

tapi aku tidak mengerti mengapa
olfato lebih menyukai perempuan yang bahagia
yang selalu kering dan baik-baik saja
yang dapat melihat yang benar dan salah pada cinta

di hari kami berpisah
aku menyimpan sisa anggur untuk masa tua kami
sebab, kata orang, aku dan olfato berteman baik
meski bagiku kami hanya saling mencintai

namun olfato tiba sebelum masa tua
ia datang bersama perempuan itu: akalnya
dan gelas yang kupunya cuma dua
jadi kusuguhi mereka dengan kata-kataku saja
sampai mereka pergi:
perempuan itu tak bisa mengambil milikku lagi!

beruntung, hujan turun kemudian
kutenggak anggur sendirian

yogyakarta, 2006

AGORAPHOBIA

(klik di sini untuk versi bahasa indonesia)

ied eve
i fold the worn-out sheets
and you don’t like this kind of celebration

you are no longer entertained
by dirty clothes on the hanger
or tales about gods in asian romances
all the things that suddenly seem too simple and personal to you

but i don’t have a vehicle to take me to athens
and have been left far behind the conversation trends
the ships have already sunk in the neighbour’s ponds
books on how to make friends have become unaffordable

would you like me to put the words ‘radio’, ‘cogito’
or ‘agoraphobia’ into our sunken room?
the children prefer flowers and the sound of geckos on the roof
they can sleep in my womb if your eye bags
aren’t warm enough for malaria sufferers

we, with a jolly crowd
provide a sanctuary that’s never been offered by
action movies, let alone the ism of existence

“come home, papa
the rain is harsh, the roof is leaking and we cannot catch the thunder”

stop trying to sell us to bookshops
or pawning the house over some post-hastina gambling
we need money to pay a roofer and to cook rendang

yogyakarta, 2003

AGORAFOBIA

(click here for the english version)

malam lebaran
aku melipat sprei-sprei yang lusuh
dan kau tak menyukai perayaan jenis ini

kau tak lagi terhibur dengan baju-baju kotor di gantungan
atau dongeng tentang tuhan dalam roman-roman asia
semua yang tiba-tiba tampak begitu sederhana dan pribadi buatmu

tapi aku tak punya kendara menuju athena
dan telah jauh ketinggalan mode percakapan
kapal-kapal sudah lebih dulu tenggelam di kolam tetangga
buku-buku panduan pergaulan tak terbeli

apakah kau ingin aku memasukkan kata ‘radio’, ‘cogito’
atau ‘agorafobia’ ke dalam kamar kita yang cekung seperti kuburan?
anak-anak lebih setuju dengan bunga-bunga dan berisik tokek di atap rumah
mereka bisa tidur di rahimku jika kantung matamu
tak cukup hangat untuk penderita malaria

kami, dengan segenap kerumunan yang riang
menyediakan ruang istirah yang tak pernah ditawarkan
adegan film aksi, lebih-lebih isme eksistensi

“pulanglah, papa
hujan deras, genting bocor dan kami tak bisa menangkap petir”

berhentilah menawarkan kami kepada toko-toko buku
atau menggadaikan rumah untuk sejumlah perjudian pasca hastina
kita butuh uang untuk bayar tukang dan masak rendang

yogyakarta, 2003

TANJUNGKARANG GHOSTS

(klik di sini untuk versi bahasa indonesia)

1

what is it now that makes you tremble
night is just something that often passes by
what is it that you don’t know about pain –
spiteful lovers, friends that vanish in space

you’re the one who never finishes anything
because everything is torn in your head

what is it that makes you irresolute
in the presence of the past
regret is a strong beast
with its claws walking under the skin
and makes you hurt

now, suffer the scratch
suffer the vague scratch in your blood
hatred for father and jealousy for mother
strange sensations amongst your brothers and sisters
houses that burn the despair

the lamps have faded, my love
let me end the night
by writing down these lines
and sail your body into dreams.

2
how am i going to miss you after this
living amongst ghosts and hometown
there’s nothing i could leave behind
; the light you turn off
the sound of your stomach in the morning

or my own despair
when i leave home secretly
and realise there’s no one after me
but the breeze, beside the rain spots
that last in my head for quite some time

i always wanted to return from that junction
and to cry to my heart’s content
i want to hit you hard
because patience explains nothing

now that i might love another
would you love me again
love me in between your awkwardness
and love me in between the shadows
that you might not be able to bring to life anymore.

3
the faint death close to my neck
–who knows you?
your eyes are always shut
the books inside your body, full of notes
that i could never read

names, lies
i just don’t want to hurt anybody
not even myself, with your sadness, your fear
and my fear of sadness

i’ve quit praying
and i can’t possess you suddenly:
drizzle in the morning; your broken-heart
how your possessions will let you down

i count on the cooled-heart and the weather
i survive by sleeping and loving what’s vague
and i can’t lose you suddenly
your slow love; the verses
that make me recollect every god.

4
how much can i take
from tanjungkarang drizzle
which building talks about myself
which road leads to the house of the past

i can’t find my grave in every alleyway
my mind becomes a ghost, can’t return anywhere

the air is my holy son
that i inhale and exhale, inhale and exhale
from the distance he’s now carrying his mother’s sins on his shoulders
polluted by grief and bringing me back to life again
to be dying again

if only i were a son
if only i were just beloved

see, how much that has been taken away from me
i can’t even possess my own tears
that fall swiftly and get the whole city drowned.

5
i’m grieving for the dry station
and supposedly nobody cares
a piece of used ticket; full of my scrawls

once i loved you everyday
with a green body and a bruised mind
admiring the small crimes
: original love signs

but where do i go today where do i go
a bag of the same old clothes and books

in illness i have changed every label and title
so that everyone gets wary, so that you get suspicious of me
so no one would believe:
within my heart nothing has changed

the last dusk enters the station
across the old church you appear
bringing the same yesterday longings
holding my name aloft

your lips open
i rush to you without shame
holding you i hold the air.

6
i heard your voice once
long before we met and never saw each other again
distance has frozen the spaces; my heart’s filled
with fake questions about the world

tonight the echo of the voice
paralyzes the negative thoughts about fallen leaves
making me limp and long for home

where am i
apart from vanishing in unsuccessful fiction
about families–where are you?

how could someone understand the sadness
that one is not familiar with?

everyone is a messiah for oneself:
there’s no way out.

7
you wake me up early in the morning
with your real and definite hands
–no longer i have that habit

come under my blanket when the dawn’s breaking
and be my dream while i’m asleep
the worse the better: i’ll be living with no surprises

“mama is crazy now; better not to see her again
and besides she’s beautiful and hurt: she’s perfect
i’m walking out–that’s a habit”

so i take a walk in a winter outfit
looking for some flaws to note down
it’s raining drizzles, i can only remember numbers
nobody’s named number

only the drizzles, i walk like a calendar
it is neither ex-lovers nor old friends
the whole city has become remnants.

lampung – yogyakarta, 2008

HANTU-HANTU TANJUNGKARANG

(click here for the english version)

1

apa yang membuatmu gemetar kini
malam hanya sesuatu yang kerap lewat
apa yang belum kauketahui tentang perihnya
kekasih yang dengki, teman yang pudar di angkasa

kaulah seseorang yang tak pernah menyelesaikan sesuatu
karena segala sesuatu terbelah di kepalamu

apa yang membuatmu ragu-ragu di hadapan masa lalu
penyesalan adalah binatang yang tangguh
dengan cakarnya berjalan tegap di bawah kulit
dan membuatmu terluka

sekarang, rasakan irisannya
rasakan irisannya yang samar pada darahmu
kebencian pada ayah dan kecemburuan pada ibu
rasa asing di antara saudara-saudaramu
rumah-rumah yang menyalakan keputusasaan

lampu-lampu telah padam, kekasihku
biarkan aku menyelesaikan malam
dengan menuliskan baris-baris ini
dan mengalirkan mayatmu ke dalam mimpi.

2
bagaimana aku merindukanmu setelah ini
hidup di tengah hantu dan kampung halaman
tak ada yang aku sanggup tinggalkan:
lampu yang kamu padamkan
suara perutmu di pagi hari

atau kekecewaanku sendiri
ketika meninggalkan rumah diam-diam
dan tahu: tak ada yang mengejarku
selain angin, selain bercak-bercak hujan
yang bertahan cukup lama di kepalaku

aku selalu ingin kembali dari simpang jalan itu
dan menangis sepuas-puasnya
aku ingin memukuli tubuhmu keras-keras
sebab kesabaran tak pernah menerangkan apa-apa

kini ketika aku mungkin mencintai yang lain
akankah kamu mencintaiku lagi
mencintaiku di antara kecanggunganmu
dan mencintaiku di antara bayang-bayang
yang mungkin tak bisa kamu wujudkan lagi.

3
maut yang tipis di dekat leherku
siapa yang sungguh mengenalmu
kamu selalu terpejam
sejumlah buku di dalam tubuhmu, penuh catatan
tak pernah bisa kubaca

nama-nama, dusta-dusta
aku hanya tidak ingin menyakiti siapa pun
tidak juga diriku, dengan kesedihanmu, ketakutanmu
dan ketakutanku pada kesedihan

aku telah berhenti berdoa
dan aku tak bisa memilikimu tiba-tiba:
gerimis pagi; hatimu yang terluka
betapa yang kaumiliki akan melemahkanmu

aku mengandalkan cuaca dan hati yang didinginkan
aku bertahan dengan tidur dan mencintai yang kabur
dan aku tak bisa kehilanganmu tiba-tiba:
cintamu yang pelahan; ayat-ayat
yang membuatku mengenang semua tuhan.

4
berapa banyak yang bisa kuambil
dari gerimis tanjungkarang
bangunan mana yang berbicara tentang diriku
jalan mana menuju rumah masa lalu

aku tak menemukan kuburku di setiap gang
pikiranku menjadi hantu, tak bisa kembali ke mana-mana

udara adalah anakku yang kudus
yang kuhirup dan lepaskan, kuhirup dan lepaskan
ia kini memikul dosa-dosa ibunya dari kejauhan
tercemar oleh duka dan membuatku kembali hidup
kembali sekarat

seandainya aku seorang putra
seandainya aku hanya orang yang dicintai

lihatlah, betapa banyak yang diambil dari diriku
aku bahkan tak bisa memiliki airmataku sendiri
yang meluncur deras dan menenggelamkan seluruh kota

5
aku menangisi stasiun yang kering
dan seperti seharusnya tak seorang pun peduli
selembar karcis bekas; penuh kutulisi

aku pernah mencintaimu setiap hari
dengan tubuh hijau dan pikir yang memar
mengagumi kejahatan-kejahatan kecil
: tanda cinta yang orisinil

tapi hari ini mau ke mana aku mau ke mana
sekopor pakaian dan buku yang itu-itu juga―

dalam sakit aku telah mengganti semua merk dan judulnya
agar semua waspada, agar kamu curiga
agar tak seorang percaya:
dalam hatiku tak satu bisa berubah

senja kesekian memasuki stasiun
di seberang gereja lama kamu muncul
dengan rindu yang asing seperti kemarin
; mengacung namaku tinggi-tinggi

bibirmu terbuka
aku menghambur tanpa malu:
memelukmu aku memeluk udara.

6
aku mendengar suaramu sekali
jauh sebelum kita bertemu dan tak pernah bertemu lagi
ruang-ruang dibekukan oleh jarak; hatiku dipenuhi
pertanyaan-pertanyaan palsu tentang dunia

malam ini gema dari suara itu
melumpuhkan pikiran buruk tentang daun-daun gugur
membuatku pincang dan merindukan rumah

di manakah diriku
selain memudar dalam fiksi-fiksi yang gagal
tentang keluarga; di manakah kamu?

bagaimana seseorang dapat memahami kesedihan
yang tak dikenalnya; kehilangan yang sederhana?

setiap orang adalah messiah bagi dirinya sendiri:
tak ada jalan keluar.

7
kamu membangunkanku pagi-pagi
dengan tangan yang nyata dan pasti―
aku tak punya kebiasaan itu lagi

masuklah ke dalam selimutku menjelang fajar
dan jadilah mimpi ketika aku lelap
makin buruk makin baik: aku akan hidup tanpa kejutan

“mama sudah gila; lebih baik tak bertemu lagi
lagipula dia cantik dan terluka: dia sempurna
aku akan keluar: itu sebuah kebiasaan”

aku berjalan dengan pakaian lengkap musim dingin
mencari-cari cacat untuk kucatat
hujan hanya rintik-rintik, aku hanya ingat angka-angka
tak seorang pun bernama angka

hanya hujan rintik-rintik, aku berjalan seperti kalender
tak ada mantan pacar atau kawan lama:
seluruh kota telah menjadi barang bekas.

lampung – yogyakarta, 2008